Musim Semi Haruka (chapter 4)

"Jangan melamun. Masuklah ke kamar Ai."
"Eh, iya."
"Tolong buat dia senang." katanya lagi. 
"Jangan hiraukan dia, Haruka-chan. Aku hanya alergi." Itu suara Aika. Ternyata dia sudah menungguku di depan kamarnya. Oh, jadi Haru memanggil Aika dengan panggilan.. Ai?
"Kenapa keluar dari kamar? Cepat masuk ke kamarmu."
"Iya-iya. Kau cerewet sekali seperti ibu."
"Sudahlah, cepat masuk ke kamarmu. Temanmu sudah datang." Haru mendorong pelan Aika ke kamarnya. 

Gawat. Tiba-tiba hatiku nyeri. Aku tidak suka melihat pemandangan ini.


"Haruka, ayo masuk."

"Iya."
___________________________________________

"Haruka-chan ~"
"Kau ingin minta tolong apa?"

Wajah Aika terlihat terkejut. Sudah kuduga, tebakanku pasti benar. Jika nadanya manja seperti itu pasti dia ingin sesuatu dariku. "Kau ingin minta tolong apa?" ulangku.
"Jadi begini.."
***

Aku memandangi pantulan wajahku di danau yang ada di Taman Ritsurin, bersama dia. Kami hanya diam sejak 'tidak sengaja dipertemukan' oleh Aika. Langit sore menambah keindahan Taman Ritsurin. Hari ini merupakan hari tiket gratis di Taman Ritsurin. Dalam hati aku bersyukur karena rencanaku hari ini hanya menjenguk Aika, bukan ke taman ini. Dan aku tidak membawa uang se yen pun.

"Aku minta maaf. Aku tidak tahu kalau dia sengaja melakukan hal ini."

"Lupakan."

Kejadian tadi siang terlintas kembali di pikiranku.

"Haruka-chan ~"
"Kau ingin minta tolong apa?"
"Jadi begini.."
"Begini apa?"
"Tolong temani aku ke Taman Ritsurin."
"Kau, kan, sakit. Tidak boleh kemana-mana!"
"Ayolah. Ada seseorang yang harus ku temui."
"Haru saja yang menemui orang itu dan bilang kau lagi sakit, biar dia yang menggantikanmu."
"Haru sedang pergi. Ayolah temani aku~"

Aku menghela nafas. Aku tidak tega melihat Aika yang sedang sakit. "Aku saja yang menemui temanmu. Siapa namanya? Dia menunggu di taman bagian mana?"
Aika tersenyum puas. "Aku lupa. Tapi dia menungguku di jembatan yang melintasi danau. Kau tahu, kan? Ayo cepat, Haruka-chan. Sebentar lagi sore."
"Iya-iya. Aku pergi dulu. Kau beristirahatlah."
"Oke. Have a nice day! Haruka-chan!"

Aku hanya bisa melongo saat mengetahui siapa yang berdiri sendiri sambil menatap danau di bawah jembatan. Ada yang salah dengan ini. Kenapa Haru yang berdiri disana?


"Haruka-san?"

"Eh, iya?" aku tersadar dari pikiranku. Eh? Dia memanggilku dengan namaku.
"Ai, cara apa yang dia lakukan untuk membawamu kesini?"
"Dia bilang dia harus menemui seseorang. Karena dia sakit, aku jadi tidak tega. Makanya aku yang menggantikannya."
"Oh, cara yang sama."
"Dia juga beralasan yang sama denganmu? Apa maksud dari semua ini? Kenapa Aika menyuruh kita disini?" pikiranku mulai kemana-mana. Jangan-jangan aku akan diculik keluarga Satou (pikiran buruk! Itu tidak mungkin Haruka!)
"Ada yang ingin kukatakan padamu."
"Apa?"
"Daisuki."

Deg. Jantungku terasa berhenti berdetak. Langit sore tiba-tiba gelap. Aku tidak bisa merasakan kehadiran siapapun kecuali aku dan dia. "Bagaimana.. Bisa..?" tanyaku akhirnya.

"Aku tidak tahu. Sudah. Aku pulang dulu." dia menatapku dan tersenyum. Oh Tuhan, wajahnya.. Aku tidak pernah menyangka akan semelayang ini rasanya melihat dia tersenyum. Baru kali ini aku bisa menatapnya dan menelusuri wajahnya secara detail.

Dia nyaris sempurna.


Bentuk wajahnya yang oval, alis yang cukup tebal, bulu mata yang tidak begitu lentik namun tetap pantas menaungi kedua matanya yang hitam pekat, yang kini juga tengah menatapku balik, masih tersenyum. Senyum tipis dari bibir tipis yang mampu membuat kakiku lemas. Hidungnya cukup mancung, dan rambutnya yang biasa tersisir rapi dengan belahan miring kini acak-acakan karena tertiup angin, namun tidak menghilangkan kesan 'cool'. Aku harus berterima kasih pada Tuhan karena telah mempertemukanku dengan manusia ini. Ini pertama kalinya aku merasakan hal aneh menjalari tubuhku. Perasaan ini lebih hangat daripada musim semi yang biasa menghangatkanku. Sore ga, ai deshou? 


"Kau menyukaiku juga, kan? tiba-tiba wajah Haru berubah menjadi jahil.

"Ap.. Apa kau bilang?! Tidak, kok! Aku cuma.." Belum selesai aku menyelesaikan kalimatku Haru mendekatiku dan memelukku dengan gerakan protektif. Aku merasakan tidak hanya hatiku yang menghangat. Kini wajahku terasa lebih hangat atau bisa dibilang cukup panas.

"Tapi dari tadi kau memandangiku terus sambil tersenyum. Kau tidak bisa mengelak soal itu. Karena itu aku memelukmu supaya kau tidak malu saat aku melihat wajahmu yang merona itu." Haru mengucapkan kata-kata itu, yang semakin membuat wajahku semakin panas.

"Jadi kau memelukku supaya tidak melihat wajahku yang merona?" tanyaku kesal.
"Sebenarnya iya. Tapi, tidak juga. Hm, aku juga malu. Jadi aku memelukmu supaya kau tidak melihatku juga."

Aku berusaha melepaskan diri dari pelukannya. Aku penasaran seperti apa wajah Haru saat sedang malu. Aku bosan melihat wajah putih langsat yang kini menoleh ke arah lain. Aku tertawa saat melihat pipinya yang bersemu merah. Haru yang mendengar tawaku langsung menatapku tajam. Aku jadi takut.


"Berhentilah tertawa. Ayo pulang."

"Iya, Haru-kun." Haru yang sudah berjalan beberapa langkah berhenti saat aku menambahkan kata -kun di belakang namanya. Dia tersenyum lalu menggandeng tanganku saat aku menyusulnya. Aku ikut tersenyum dan menggandeng tangannya juga. Terima kasih, Tuhan. Ijinkan aku meralat persepsiku mengenai musim semi tahun ini. Ini bukan musim semi terburukku. Kurasa, ini musim semi terindah yang pernah kualami.

"Jangan melamun sambil tersenyum begitu." suara Haru kembali menyadarkanku. Haru ini ternyata paling suka merusak imajinasi orang.

"Cih, pengganggu."
"Apa kau bilang?" dia kembali menampakkan wajah 'iblis'nya.
"Bukan! Bukan apa-apa!"


***
(Nana~) sumiwataru (Nana~) sora ni sukoshi zutsu
(Nana~) yawarakana asa no hikari furisosoide

Handphone ku 'menyanyikan lagu' Kimi ga Iru yang dibawakan oleh Chemistry. Aku cepat-cepat mengangkatnya dengan semangat. Lagu itu ku setel hanya untuk panggilan darinya. Dari seseorang yang menghangatkan hatiku melebihi musim semi.

"Moshi-moshi."
Tidak ada jawaban. Tapi aku bisa mendengar dia tertawa.
"Haru-kun! Ada apa?"
Dia tertawa lagi. Tapi hanya sebentar. "Aku ingin bertemu denganmu."
Jantungku berdegup kencang. Setelah kejadian di Taman Ritsurin 2 minggu lalu aku dan Haru semakin akrab. Tapi kami tidak pernah bertemu lagi sejak itu. Kami hanya saling menghubungi melalui SMS atau telepon.

"Bertemu dimana?"
"Taman Ritsurin. Tapi kau tunggu di depan taman. Jangan masuk dulu. Mengerti?"
"Wakatta."

Aku menunggu Haru di depan Taman Ritsurin, sesuai keinginannya. Aku sudah menunggunya hampir 20 menit dan dia belum datang juga. Habis sudah kesabaranku. Aku mau pulang!

"Tahan amarahmu, Haru."

Itu suara Haru. Dia memanggilku dengan nama panggilan Mao padaku. Dia bersikeras untuk memanggilku dengan nama Haru, namanya juga. Ketika kutanya alasannya dia malah mengalihkan perhatian.

"Bagaimana kau bisa disini?"
"Aku sudah di belakangmu sejak tadi. Tapi kau benar-benar tidak peka, padahal aku sudah meniup-niup tengkukmu. Sepertinya rambut panjang dan tebalmu harus disingkirkan." Haru mengatakannya sambil menyingkirkan rambutku ke samping.
"Kau berlebihan!" kataku sambil memasang wajah cemberut. Padahal rambutku hanya sedikit di bawah bahu. Haru hanya tertawa. Sekarang dia sering tersenyum. Aku senang melihatnya.

"Ada yang ingin kubicarakan denganmu." katanya kemudian saat kami sudah duduk di dekat bawah pohon Sakura. Langit sedikit mendung. Sepertinya akan hujan ringan.
"Apa?"
"Besok aku akan pulang."
"Pulang?" aku sedikit bingung. Bukankah Haru dan Aika bersaudara dan mereka tinggal disini, di Takamatsu?
"Besok aku pulang ke Nakamura."
"Haru.." aku tidak bisa mengatakan apapun kecuali namanya.


to be continued
___________________________________________

akhirnya bisa update lagi -_-
aku kesulitan nyari waktu yang tepat buat nylesein ni cerbung. gaje banget ya? maap ye --"
ngomong2 ini chapter 4. tamatnya chapter depan a.k.a chapter 5. jadi bagi kalian yang udah terlanjur baca dan bosen sambil mikir "kapan selesenya?!" tenang aja -___- wk kritik dan saran masih saya tunggu. arigatou dan selamat berlibur panjang! ><9

note:

daisuki = aku menyukaimu
sore ga, ai deshou = kurasa, itu cinta?
wakatta = aku mengerti


Semarang, 30 Juni 2013

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Musim Semi Haruka (chapter 4)"

Post a Comment