"Ada yang ingin kubicarakan denganmu." katanya kemudian saat kami sudah duduk di dekat bawah pohon Sakura. Langit sedikit mendung. Sepertinya akan hujan.
"Apa?"
"Besok aku akan pulang."
"Pulang?" aku sedikit bingung. Bukankah Haru dan Aika bersaudara dan mereka tinggal disini, di Takamatsu?
"Besok aku pulang ke Nakamura."
"Haru.." aku tidak bisa mengatakan apapun kecuali namanya.
___________________________________________
Aku memandangi obento yang kubawa dari rumah. Saat ini aku di atas atap bersama Mao dan Aika. Nafsu makanku berkurang drastis semenjak.. semenjak seseorang yang menjadi musim semiku pergi.
"Kau harus banyak makan, Haru. Kau itu sudah kurus. Apa jadinya kalau kau tidak makan?"
"Mao-chan benar. Ayo kita makan." Aika menyahuti.
"Atau kalau tidak lapar minumlah sedikit. Ini musim panas. Bisa-bisa kau mati kelaparan dan kehausan."
"Mao-chan.. Kau berlebihan!"
"Atau kalau tidak lapar minumlah sedikit. Ini musim panas. Bisa-bisa kau mati kelaparan dan kehausan."
"Mao-chan.. Kau berlebihan!"
"Iya-iya. Aku makan." jawabku akhirnya. Aku tidak ingin membuat sahabat-sahabatku khawatir.
"Nah. Baguslah kalau begitu!"
Setelah pulang sekolah aku pergi ke rumah Aika. Kami ada tugas bersama lagi, tapi Mao tidak bisa ikut karena harus menjaga adiknya di rumah. Saat menuju rumahnya aku merasa kembali ke beberapa waktu lalu. Terakhir aku ke rumah Aika masih ada dia. Aku jadi ingin menangis. Mengapa rasa suka semenyakitkan ini?
"Ayo masuk, Haruka-chan! Jangan melamun di depan rumahku."
Suara Aika menyadarkanku. Si kembar ini suka sekali mengganggu imajinasiku. "Iya, Aika." ucapku singkat.
Sampai di lantai 2 Aika bukannya membawaku ke kamarnya, melainkan ke suatu kamar yang tidak pernah ku masuki sebelumnya. "Ini kamar Haru." ucapnya singkat.
Aku cukup terkejut mendengar ucapannya barusan. Terkejut namun sedikit senang. Jadi ini kamar Haru.
Kamar itu di desain dengan begitu sederhana dengan cat warna krem coklat, dan hanya ada kasur, lemari, meja belajar, air conditioner, dan kamar mandi. Aku benar-benar merindukannya.
"Aku merindukan Haru, Haruka-chan." Aika berkata pelan. Saat aku menatapnya ternyata ia menitikkan air mata. Aku hanya mampu memeluknya. Aku juga merindukannya. Aku ingin mengatakan itu tapi tidak bisa. Aku tidak tahu mengapa.
"Sudah sebulan dia pulang ke Nakamura, tapi.. tapi tetap saja.. Aku merindukannya. Saat disini dia benar-benar menjagaku. Benar-benar membuat hari-hariku yang sepi di rumah menjadi hangat. Haruka-chan.. Aku merindukannya.." Tanpa sadar aku ikut menangis. Semua hal yang terjadi diantara aku dan Haru berputar di ingatanku.
"Kau tahu? Dari dulu aku dan Haru tidak pernah terpisah. Dia selalu menjagaku dengan sangat baik seperti seorang kakak pada adiknya. Padahal aku lahir 10 menit lebih dulu darinya. Tapi saat aku dan Haru memasuki Sekolah Dasar ayah dan ibu memutuskan untuk berpisah. Sejak itu kami juga berpisah. Aku ikut ayah disini dan Haru ikut dengan ibu ke Nakamura." Aku cukup kaget. Namun tidak berusaha bertanya lebih jauh.
"Setiap liburan Haru selalu datang kesini, tapi tanpa ibu. Ibu hanya menelpon dan menanyakan kabarku. Ketika kutanya mengapa beliau tidak kesini saja dan menemuiku langsung Ibu hanya menghiburku dan menyuruhku untuk belajar lebih giat agar tidak mengecewakannya."
Aku menghela nafas. Aika yang terlihat hidup tentram dengan segala kemewahannya ternyata hidup seperti ini. Dia pasti jauh lebih merindukan Haru daripada aku yang baru bertemu sebentar. Aku cukup mengerti perasaan Aika. Ayahku meninggal saat ibu melahirkan Asami, adikku. Ayah tertabrak motor yang melintas karena terburu-buru menuju rumah sakit untuk menemani ibu.
"Haruka-chan.."
"Iya, Aika?"
"Kau menyukai Haru, bukan?" Aku tidak tahu harus menjawab apa. Aku hanya tersenyum.
"Kau tahu, Haruka? Dia benar-benar menyukaimu. Bahkan sejak pertama kali kalian bertemu." Aku merasakan wajahku mulai memanas.
"Saat itu kau bertengkar dengannya karena kau menabraknya. Lalu saat kau pergi dia mengikutimu karena pita rambutmu terjatuh. Saat sampai di rumahmu dia gugup. Dia tidak berani menemuimu. Setelah pulang dia menemuiku dan menceritakan secara detail ciri-cirimu, dimana rumahmu, seperti apa kau. Aku langsung tahu kalau itu kau. Katanya kau benar-benar manis saat gugup. Saat marah pun kau tetap manis. Begitu kata Haru."
Aku tidak mampu berkata apa-apa lagi. Aku ingin bertemu dengannya. Hanya itu.
"Sekarang kita sudah kelas 3. Sebentar lagi kita ujian. Ayo berjuang bersama-sama. Liburan musim panas nanti dia pasti ke Takamatsu lagi." suara Aika kembali ceria seperti biasanya.
"Iya, Aika". aku tersenyum dan memeluknya lagi.
***
"Kakak! Ada yang menelponmu!"
"Tunggu sebentar!" Tidak biasanya temanku menelepon di telepon rumah.
"Moshi-moshi."
"Bagaimana kabarmu?"
Suara itu.. "Haru-kun?"
"Keluarlah. Aku sudah menunggumu di luar sejak tadi. Dingin, tahu!" dia tertawa sambil berpura-pura mengeluh. "Eh? Iya." Aku berlari menuju luar rumah.
Saat ini jarakku dengannya tidak kurang dari 1 meter. Aku merindukan dia yang saat ini sedang menggosok tangannya karena kedinginan. Hari ini cukup dingin. Padahal sudah memasuki musim panas. Seperti kata-kata Aika 2 bulan lalu. Liburan musim panas Haru akan kembali ke Takamatsu. Ini baru hari pertama liburan dan dia langsung kemari?
Tidak mampu menahan rasa rindu aku berlari memeluknya. Haru yang masih menggosok-gosok tangannya hampir terjatuh karena tidak siap kupeluk. Dia juga memelukku, lebih erat dari pelukan pertamanya di Taman Ritsurin.
"Aku merindukanmu." ujarnya singkat.
"Aku juga. Aku sangat merindukanmu. Aku benar-benar merindukanmu." aku mengatakannya tanpa ragu. Aku memeluknya makin erat. Dia mengelus rambutku dengan lembut.
"Bagaimana ujianmu?" tanyanya kemudian, masih memelukku.
"Baik. Aku mendapat peringkat 3 besar!" ujarku sambil tersenyum puas.
"Bagaimana dengan Ai?"
"Dia dan Mao masuk 10 besar, kok." Dia tertawa renyah sambil mengacak-acak rambutku yang tadi dielusnya. Haru membimbingku untuk duduk di depan rumah.
"Jadi, bagaimana?"
"Apanya yang bagaimana?"
"3 bulan yang lalu, kan, aku sudah mengatakannya. Dan kau belum menjawabnya." nada ucapannya sedikit kesal.
"Yang mana?"
"Aku tidak menyangka kau benar-benar lupa," ucapnya dengan nada sedih. Tiba-tiba Haru memegang kedua bahuku. Menatap kedua bola mataku dan membuka mulut untuk mengatakan kata-kata yang memang pernah dia ucapkan. Aku tidak lupa. Aku hanya ingin memastikan apa kata-kata 'itu' yang dia maksud.
"Haru, daisuki."
Aku diam beberapa saat, sengaja membuat Haru penasaran. Aku tertawa dalam hati, sekaligus lega. Aku ikut memegang kedua bahunya, membuat wajah Haru sedikit mengerut keheranan. Wajahku mendekati telinganya, lalu membisikkan 2 kata yang sama.
"Haru, daisuki."
Setelah itu aku kembali menatap wajahnya. Wajahnya merona, dan tersenyum lebar. Aku tertawa melihatnya. Dia kembali mengacak-acak rambutku yang sudah berantakan dibuat olehnya.
***
3 tahun kemudian.
Taman Ritsurin, Takamatsu, Prefektur Kagawa
Aku baru saja membeli sakura mochi saat ada tangan yang menggandengku. Itu tangan Haru. Dia menatapku, lalu menatap ke arah lain. Aku mengikuti arah pandangannya dan terkejut. Mereka..
"Haru! Jahat sekali kau! Meninggalkan kami dan sibuk berpacaran dengan laki-laki itu!"
"Haruka-chan.. aku sudah melarang Mao 'melabrakmu', tapi tidak bisa. Maafkan aku.." aku dan Haru tertawa melihat kelakuan Mao dan Aika. Aku melirik Haru, meminta persetujuan darinya untuk menemui sahabat-sahabat terbaikku. Haru mengangguk kecil. Aku segera berlari menemui mereka.
"Hei, jangan lupakan kami, dong! Hanya karena 3 tahun dia meninggalkanmu untuk kuliah di luar negeri bukan berarti kau harus selalu bersamanya!" seru Mao saat aku mencapai tempat mereka.
"Aku tidak melupakan kalian, kok!" seruku ganti. Kami tertawa. Tiba-tiba di sebelahku sudah ada Haru. Dia membawakan sakura mochi. "Ini, tertinggal." Wajah putih langsatnya yang datar kembali terpasang.
"Hei, kau, kan, sudah pacaran dengannya. 3 tahun lagi. Sudah begitu kau meninggalkannya 3 tahun dan bersenang-senang di luar negeri. Hilangkan wajah 'iblis'mu itu!"
"Apa kau bilang?"
"Kata Haru wajahmu yang 'itu' seperti 'iblis'." Haru menatapku, meminta penjelasan. Aku hanya diam. Mao dan Aika tertawa melihat kami.
Tiba-tiba angin bertiup cukup kencang. Suatu benda berwarna merah muda melayang di depanku. Aku menatap ke atas. Kelopak bunga sakura mulai berguguran ditiup angin, di malam hari. Ya, kami ingin beryozakura di Taman Ritsurin. Taman kenangan kami.
Aku dan Haru bergandengan sambil menatap langit. Dalam hati aku berharap semoga kehangatan hati ini tidak hanya ada di musim semi. Tapi di musim-musim yang lain. Agar aku tidak terlalu merasakan panasnya musim panas. Hambarnya musim gugur. Juga dinginnya musim dingin. Bersama sahabat-sahabatku, keluargaku, juga 'musim semiku'..
Ima dake demo ii..
The End
___________________________________________
Selesai juga! Besok hari ulang tahunku dan aku bertekad untuk nylesein chapter terakhir ini. makasih banget untuk semua yang mau baca cerbungku ini sampe selesai. love you all!! :*
note:
Moshi-moshi = halo (awal percakapan di telepon)
Moshi-moshi = halo (awal percakapan di telepon)
Daisuki = aku menyukaimu
sakura mochi = kue mochi yang dibungkus daun bunga sakura, berwarna merah muda
sakura mochi = kue mochi yang dibungkus daun bunga sakura, berwarna merah muda
yozakura = menikmati (melihat) pemandangan sakura di malam hari
Ima dake demo ii = bahkan hingga saat ini semuanya baik-baik saja
Ima dake demo ii = bahkan hingga saat ini semuanya baik-baik saja
Semarang, 30 Juni 2013
0 Response to "Musim Semi Haruka (chapter 5 - last chapter)"
Post a Comment