Sebuah motor berhenti di samping kami. Kali ini aku yang menggodanya. "Ah tunggu. Aku ingin melihat sang pangeran yang datang terlambat untuk menjemput putrinya."
'Sang pangeran' membuka helm yang dipakainya. Eh? Dia?
"Kau?" ucapku dan laki-laki itu bersamaan.
___________________________________________
"Haru? Hahaha"
Itu suara Mao. Dia menertawakan nama laki-laki di samping Aika. Laki-laki yang akhir-akhir ini menghantui hidupku. Laki-laki yang merusak awal musim semiku. Dan sekarang, aku mengetahui namanya. Haru Satou. Namanya hampir sama denganku. Artinya juga hampir sama. Haruka artinya "bunga musim semi", sedangkan Haru artinya "musim semi". Cukup mengejutkan saat Aika memperkenalkan laki-laki itu. Yang lebih mengejutkan adalah mereka kembar. Pantas saja wajah Aika dan Haru cukup mirip. Hanya saja wajah Haru lebih mengerikan, tidak seperti wajah Aika yang lembut.
Aika hanya tersenyum, sedangkan Haru tidak berusaha menanggapi Mao.
"Haru.. maksudku Haruka! Ini benar-benar keren, bukan? Hahaha!!"
"Mao, kau berisik sekali! Ayo pulang, ini sudah malam. Kalau kau terus ingin disini terserah, tapi aku ingin pulang sekarang." Aku berinisiatif untuk menghentikan ocehan ini. Jika tidak dihentikan Mao akan terus berkicau. Mao berusaha menghentikan tawanya meskipun aku tahu diam-diam dia cekikikan sambil mengikutiku yang sudah bersiap naik sepeda. Sekilas aku menoleh ke belakang. Haru sedang memakaikan helm ke kepala Aika. Aika hanya tertawa kecil saat sedang dipakaikan. Meraka tidak terlihat seperti saudara kembar. Mereka lebih terlihat seperti pasangan yang sedang kasmaran. Entah kenapa aku tidak suka melihatnya.
Tunggu. Aku ini kenapa, sih?
"Kau marah padaku?" Suara Mao menyadarkanku.
"Eh? Apa? Aku tidak marah padamu."
"Tapi kenapa kau cemberut begitu? Kukira kau marah karena kugoda dengan Haru."
Aku menghentikan laju sepedaku. Mao ikut berhenti. Taman Ritsurin yang indah jadi terasa suram. Padahal ini musim semi. Ada apa ini? "Haru, kau kenapa, sih?"
"Mulai sekarang jangan memanggilku 'Haru'. Nanti kau dikira memanggil Haru yang 'itu'." Mao memang biasa memanggilku 'Haru'. Katanya namaku terlalu panjang.
"Memangnya kenapa? Peduli amat dengan Haru yang 'itu'. Atau jangan-jangan.. " Mao memutus kata-katanya.
"Jangan-jangan apa?!"
"Akhirnya, Haruka Kimura bisa jatuh cinta juga! Syukurlah. Terima kasih Tuhan. Kau telah mengabulkan doaku."
"Kau ini apa-apaan, sih? Sudah aku mau pulang! kataku akhirnya. Mao sukses memperkeruh suasana hatiku.
"Tunggu, Haru!"
"Panggil aku Haruka!!!"
Takamatsu.
Aku tinggal di kota ini sejak lahir. Kota yang menjadi ibu kota prefektur Kagawa ini terletak di pulau Shikoku, Jepang. Prefektur Kagawa merupakan prefektur dengan luas wilayah tersempit di Jepang. Baru-baru ini aku mengetahui bahwa novel "Battle Royale" karya Koushun Takami berlatar tempat di kota fiksi Shiroiwa-benteng batu-yang terletak di prefektur Kagawa. Pulau fiksi yang tercantum dalam novel ini juga dikisahkan berada di Laut Pedalaman Seto.
Aku bersekolah di SMA Takamatsu. Tentu saja bersama Mao Ikeda, sahabatku sejak kecil. Kami satu tempat penitipan dulu. Di SMA kami berteman baik dengan Aika Satou saat memasuki kelas tiga. Dan sekarang kami hampir setiap saat selalu bersama. Hanya saja saat berangkat dan pulang sekolah Aika dijemput supirnya. Tapi akhir-akhir ini dia selalu diantar-jemput dengan seseorang menggunakan motor. Kupikir mobilnya sedang bermasalah. Sekarang aku tahu, yang menjemputnya adalah kembarannya sendiri, Haru Satou. Yang ada dipikiranku, kenapa aku hampir tidak pernah melihat Haru? Bukankah mereka kembar. Haru juga tidak bersekolah di tempat Aika bersekolah. Apa mereka malu, ya? Aku pernah mendengar bahwa cukup banyak anak kembar yang malu dipersatukan di sekolah yang sama. Menurutku Aika dan Haru cukup mirip. Yah, Aika sangat cantik. Dan Haru.. Ya, dia.. aku sendiri bingung. Setiap saat aku dan Haru bertemu wajahnya sangat menjengkelkan. Tapi kemarin, saat aku melihatnya sedang memakaikan helm pada Aika wajahnya terlihat sangat bahagia. Dia tertawa. Aku.. juga berharap mendapatkan reaksi seperti itu jika suatu saat kami bertemu lagi. Nah, kan. Mulai lagi.
Sebenarnya, ini pertama kali aku merasa aneh saat bertemu laki-laki. Aku dikenal sebagai "gadis tanpa laki-laki". Sampai saat ini belum ada laki-laki yang kupikirkan. Aku tidak tahu kenapa. Yang ada di pikiranku dari dulu hanya ibu, Asami, Mao, dan saat ini ditambah Aika dan kembarannya. Tuhan.. ini perasaan apa?
"Alergi? Jangan-jangan kemarin kau makan tempura udon ku ya? Aku, kan, sudah bilang tempuraku isinya udang. Apa? Mao memaksamu? Iya, aku akan kesana. Mao kan mengunjungi neneknya di Kyoto. Tidak perlu dijemput, aku akan kesana sendiri."
Aku menutup telepon dari Aika. Dia terkena alergi. Kemarin dia mencicipi tempura udangku padahal dia alergi udang. Mao memaksanya karena katanya tempura buatan ibu sangat enak. Dasar Mao.
Sesampainya di depan rumah Aika aku berhenti mendadak. Ternyata rumah Aika cukup melelahkan untuk dijangkau jika dengan mengendarai sepeda. Aku membutuhkan hampir setengah jam lebih kesana. Dulu aku ke rumah Aika bersama Aika dan Mao dengan mobil Aika untuk mengerjakan tugas seni bersama.
"Masuklah. Ai di kamarnya." Ai? Aku tidak menoleh ke sumber suara karena aku hafal suara itu.
"Ya. Tapi aku ingin memasukkan sepedaku dulu", balasku ke sumber suara tadi.
"Hn."
Setelah memasukkan sepeda ke halaman rumah keluarga Satou yang bisa dibilang sangat luas aku langsung masuk ke dalam rumah, ditemani Haru. Berjalan berdua dengan Haru di rumah seluas ini rasanya menegangkan. Padahal saat pertama kali aku ke rumah ini aku sibuk takjub dengan segala kemewahan yang ada di rumah ini. Sekarang, aku tidak bisa menikmati keindahan rumah ini karena aku sibuk menghentikan hatiku yang berdebar-debar sejak mendengar suara yang mengajakku masuk ke rumah ini. Dan debaran itu semakin kencang saat orang yang mengajakku masuk ke rumahnya berjalan di sebelahku. Tuhan, tolong hentikan ini semua.
"Jangan melamun. Masuklah ke kamar Ai."
"Eh, iya."
"Tolong buat dia senang." katanya lagi.
"Jangan hiraukan dia, Haruka-chan. Aku hanya alergi." Itu suara Aika. Ternyata dia sudah menungguku di depan kamarnya. Oh, jadi Haru memanggil Aika dengan panggilan.. Ai?
"Kenapa keluar dari kamar? Cepat masuk ke kamarmu."
"Iya-iya. Kau cerewet sekali seperti ibu."
"Sudahlah, cepat masuk ke kamarmu. Temanmu sudah datang." Haru mendorong pelan Aika ke kamarnya.
Gawat. Tiba-tiba hatiku nyeri. Aku tidak suka melihat pemandangan ini.
"Haruka, ayo masuk."
"Iya."
akhirnya kesampean juga nylesein chapter 3 XD . aku hampir kehilangan inspirasi. tapi pencerahan datang tepat pas aku mumet ngerjain soal2 matematika. Ngomong2 sekarang aku diambang kelas 11 alias mau naik kelas 12 (moga naik kelas aamiin (-/\-).. ), jadi ada tambahan matematika yang motong seminggu dari 3 minggu waktu liburku yang dimulai 2 minggu lalu *malahcurhat* . oya, SMA Takamatsu itu beneran ada lho, ngga fiktif. kalian bisa search di google 'Takamatsu Commercial High School'. seragamnya keren. kelasnya juga bagus. jadi envy #aduduh--" . mohon kritik dan saran. doumo arigatou gozaimasu! ;)
note : aku dapet info tentang Prefektur Kagawa dari sini nih » http://id.wikipedia.org/wiki/Prefektur_Kagawa
Itu suara Mao. Dia menertawakan nama laki-laki di samping Aika. Laki-laki yang akhir-akhir ini menghantui hidupku. Laki-laki yang merusak awal musim semiku. Dan sekarang, aku mengetahui namanya. Haru Satou. Namanya hampir sama denganku. Artinya juga hampir sama. Haruka artinya "bunga musim semi", sedangkan Haru artinya "musim semi". Cukup mengejutkan saat Aika memperkenalkan laki-laki itu. Yang lebih mengejutkan adalah mereka kembar. Pantas saja wajah Aika dan Haru cukup mirip. Hanya saja wajah Haru lebih mengerikan, tidak seperti wajah Aika yang lembut.
Aika hanya tersenyum, sedangkan Haru tidak berusaha menanggapi Mao.
"Haru.. maksudku Haruka! Ini benar-benar keren, bukan? Hahaha!!"
"Mao, kau berisik sekali! Ayo pulang, ini sudah malam. Kalau kau terus ingin disini terserah, tapi aku ingin pulang sekarang." Aku berinisiatif untuk menghentikan ocehan ini. Jika tidak dihentikan Mao akan terus berkicau. Mao berusaha menghentikan tawanya meskipun aku tahu diam-diam dia cekikikan sambil mengikutiku yang sudah bersiap naik sepeda. Sekilas aku menoleh ke belakang. Haru sedang memakaikan helm ke kepala Aika. Aika hanya tertawa kecil saat sedang dipakaikan. Meraka tidak terlihat seperti saudara kembar. Mereka lebih terlihat seperti pasangan yang sedang kasmaran. Entah kenapa aku tidak suka melihatnya.
Tunggu. Aku ini kenapa, sih?
"Kau marah padaku?" Suara Mao menyadarkanku.
"Eh? Apa? Aku tidak marah padamu."
"Tapi kenapa kau cemberut begitu? Kukira kau marah karena kugoda dengan Haru."
Aku menghentikan laju sepedaku. Mao ikut berhenti. Taman Ritsurin yang indah jadi terasa suram. Padahal ini musim semi. Ada apa ini? "Haru, kau kenapa, sih?"
"Mulai sekarang jangan memanggilku 'Haru'. Nanti kau dikira memanggil Haru yang 'itu'." Mao memang biasa memanggilku 'Haru'. Katanya namaku terlalu panjang.
"Memangnya kenapa? Peduli amat dengan Haru yang 'itu'. Atau jangan-jangan.. " Mao memutus kata-katanya.
"Jangan-jangan apa?!"
"Akhirnya, Haruka Kimura bisa jatuh cinta juga! Syukurlah. Terima kasih Tuhan. Kau telah mengabulkan doaku."
"Kau ini apa-apaan, sih? Sudah aku mau pulang! kataku akhirnya. Mao sukses memperkeruh suasana hatiku.
"Tunggu, Haru!"
"Panggil aku Haruka!!!"
***
Aku tinggal di kota ini sejak lahir. Kota yang menjadi ibu kota prefektur Kagawa ini terletak di pulau Shikoku, Jepang. Prefektur Kagawa merupakan prefektur dengan luas wilayah tersempit di Jepang. Baru-baru ini aku mengetahui bahwa novel "Battle Royale" karya Koushun Takami berlatar tempat di kota fiksi Shiroiwa-benteng batu-yang terletak di prefektur Kagawa. Pulau fiksi yang tercantum dalam novel ini juga dikisahkan berada di Laut Pedalaman Seto.
Aku bersekolah di SMA Takamatsu. Tentu saja bersama Mao Ikeda, sahabatku sejak kecil. Kami satu tempat penitipan dulu. Di SMA kami berteman baik dengan Aika Satou saat memasuki kelas tiga. Dan sekarang kami hampir setiap saat selalu bersama. Hanya saja saat berangkat dan pulang sekolah Aika dijemput supirnya. Tapi akhir-akhir ini dia selalu diantar-jemput dengan seseorang menggunakan motor. Kupikir mobilnya sedang bermasalah. Sekarang aku tahu, yang menjemputnya adalah kembarannya sendiri, Haru Satou. Yang ada dipikiranku, kenapa aku hampir tidak pernah melihat Haru? Bukankah mereka kembar. Haru juga tidak bersekolah di tempat Aika bersekolah. Apa mereka malu, ya? Aku pernah mendengar bahwa cukup banyak anak kembar yang malu dipersatukan di sekolah yang sama. Menurutku Aika dan Haru cukup mirip. Yah, Aika sangat cantik. Dan Haru.. Ya, dia.. aku sendiri bingung. Setiap saat aku dan Haru bertemu wajahnya sangat menjengkelkan. Tapi kemarin, saat aku melihatnya sedang memakaikan helm pada Aika wajahnya terlihat sangat bahagia. Dia tertawa. Aku.. juga berharap mendapatkan reaksi seperti itu jika suatu saat kami bertemu lagi. Nah, kan. Mulai lagi.
Sebenarnya, ini pertama kali aku merasa aneh saat bertemu laki-laki. Aku dikenal sebagai "gadis tanpa laki-laki". Sampai saat ini belum ada laki-laki yang kupikirkan. Aku tidak tahu kenapa. Yang ada di pikiranku dari dulu hanya ibu, Asami, Mao, dan saat ini ditambah Aika dan kembarannya. Tuhan.. ini perasaan apa?
***
Aku menutup telepon dari Aika. Dia terkena alergi. Kemarin dia mencicipi tempura udangku padahal dia alergi udang. Mao memaksanya karena katanya tempura buatan ibu sangat enak. Dasar Mao.
Sesampainya di depan rumah Aika aku berhenti mendadak. Ternyata rumah Aika cukup melelahkan untuk dijangkau jika dengan mengendarai sepeda. Aku membutuhkan hampir setengah jam lebih kesana. Dulu aku ke rumah Aika bersama Aika dan Mao dengan mobil Aika untuk mengerjakan tugas seni bersama.
"Masuklah. Ai di kamarnya." Ai? Aku tidak menoleh ke sumber suara karena aku hafal suara itu.
"Ya. Tapi aku ingin memasukkan sepedaku dulu", balasku ke sumber suara tadi.
"Hn."
Setelah memasukkan sepeda ke halaman rumah keluarga Satou yang bisa dibilang sangat luas aku langsung masuk ke dalam rumah, ditemani Haru. Berjalan berdua dengan Haru di rumah seluas ini rasanya menegangkan. Padahal saat pertama kali aku ke rumah ini aku sibuk takjub dengan segala kemewahan yang ada di rumah ini. Sekarang, aku tidak bisa menikmati keindahan rumah ini karena aku sibuk menghentikan hatiku yang berdebar-debar sejak mendengar suara yang mengajakku masuk ke rumah ini. Dan debaran itu semakin kencang saat orang yang mengajakku masuk ke rumahnya berjalan di sebelahku. Tuhan, tolong hentikan ini semua.
"Jangan melamun. Masuklah ke kamar Ai."
"Eh, iya."
"Tolong buat dia senang." katanya lagi.
"Jangan hiraukan dia, Haruka-chan. Aku hanya alergi." Itu suara Aika. Ternyata dia sudah menungguku di depan kamarnya. Oh, jadi Haru memanggil Aika dengan panggilan.. Ai?
"Kenapa keluar dari kamar? Cepat masuk ke kamarmu."
"Iya-iya. Kau cerewet sekali seperti ibu."
"Sudahlah, cepat masuk ke kamarmu. Temanmu sudah datang." Haru mendorong pelan Aika ke kamarnya.
Gawat. Tiba-tiba hatiku nyeri. Aku tidak suka melihat pemandangan ini.
"Haruka, ayo masuk."
"Iya."
to be continued
___________________________________________
note : aku dapet info tentang Prefektur Kagawa dari sini nih » http://id.wikipedia.org/wiki/Prefektur_Kagawa
Semarang, 21 Juni 2013
0 Response to "Musim Semi Haruka (chapter 3)"
Post a Comment