Musim Semi Haruka (chapter 2)

"Tunggu."
"Ada apa lagi?"
"Kau tidak jadi berangkat ke sekolah?" tanyanya sambil menyeringai.
"Baka!!

___________________________________________

"Ibu, aku ingin ini. Boleh, kan?" tanya Asami.

"Iya. Ini sudah jadi. Cobalah." Ibu menyuapi adikku, Asami Kimura, yang masih berusia 5 tahun. Aku sendiri dilahirkan 12 tahun lebih duldengan nama Haruka Kimura.

"Aku juga mau, bu." pintaku akhirnya. Harum kue-kue buatan Ibu membuatku terbangun dari tidur.
"Ini, kau antarkan dulu kue-kue ini ke rumah Mao."

Aku segera menyaut keranjang kue itu dan berlari ke luar dengan cukup jengkel. Padahal aku sudah sangat lapar. "Ah iya. Akberangkat.. uwaaa!!!" aku hampir terpeleset karena menahan tubuhku sendiri untuk tidak tertabrak dengan seseorang yang berdiri di depan rumahku. Laki-laki ini..


"Kau lagi! Kau ini bisanya hanya mengagetkanku, tahu! Kalau saja tadi aku tidak menahan dirikuntuk tetap berlari dan menabrakmu pasti sekarang kau sudah memarahiku seperti seminggu yang lalu dan.." aku memotong protesku karena dia mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Itu pita rambutku. "Bagaimana bisa.."

"Aku menemukannya di rerumputan tempat kau terjatuh kemarin."
"Bukan itu. Bagaimana bisa kau menemukan rumahku? Jangan-jangan kau menguntitku! Ternyata selain kau pemarah, kau juga penguntit!"
"Berisik. Sudah bagus aku datang kesini untuk mengembalikan barangmu!"
"Tapi tetap saja kau penguntit!"
"Terserah. Aku mau pulang." Dia berbalik dan berjalan menuju pagar. Apa aku keterlaluan ya? Tidak, ini memang milikku dan dia menguntitku. Tapi dia tidak membiarkan pitaku tergeletak begitu saja. Dia memungut dan mengantarkannya. Padahal ini sudah seminggu sejak tragedi awal musim semiku dan.. ah sudahlah. Lebih baik aku meminta maaf.

"Hei, kau." Aku berlari menghampirinya.

"Apa lagi? Aku sudah pusing mendengar kicauanmu." dia mengatakannya sambil memijat dahinya. Kurang ajar. Lupakan. Aku tidak ingin berurusan lebih jauh dengan laki-laki ini.
"Terima kasih sudah mengembalikan pita ku."
"Ya."
"Tapi bagaimana bisa kau menemukan rumahku?
"Aku pulang dulu."
"Eh, tapi, kan.." aku menghentikan ocehanku karena dia sudah berjalan pergi. Laki-laki ini benar-benar tidak sopan. Oya, namanya siapa ya? Kenapa aku juga tidak memperkenalkan namaku agar dia juga memperkenalkan namanya? Ah sudahlah. Dia sudah berjalan jauh. Aku juga malas menanyakannya. Sekali lagi terima kasih, sudah mengembalikan benda murah yang sangat berharga ini. Sekarang aku harus mengantarkan kue-kue ini kepada Mao.


***

"Haruka, Mao sudah menunggumu. Cepatlah sedikit!" suara ibu yang berada di lantai satu terdengar sampai kamarku yang berada di lantai dua.
"Iya, bu. Aku sudah selesai!" aku segera berlari dan turun. Tampak Mao menatapku jengkel sambil berkacak pinggang.
"Hei, Haru. Kau ini lamban sekali! Aku sudah menunggumu hampir satu jam terhitung dari.. hei tunggu aku! Mao menyusulku yang sudah berlari keluar rumah. "Ibu, Asami-chan, kami berangkat!" teriakku dari luar. Ibu dan Asami hanya bisa menggelengkan kepala mereka.

Malam ini aku dan teman-teman sekelas sepakat beryozakura bersama di taman Ritsurin. Kami ingin berkumpul bersama setelah acara bersih akhir semester. Kami tidak bisa hanami karena sibuk membersihkan kelas. Ini juga kesempatan kami untuk bersantai bersama karena bulan depan kami sudah naik kelas tiga dan harus fokus pada ujian. Aku sendiri memang lebih menyukai yozakura. Menikmati indahnya langit malam di musim semi, langit yang cerah bertabur bintang, ditambah kelopak-kelopak bunga sakura yang berjatuhan. Aku memilih duduk di bawah pohon sakura. Mao duduk di sebelah kiriku. Sedangkan di sebelah kananku ada Aika Satou. Aika ini gadis yang pendiam. Tapi jika sudah membahas masa depan dia yang paling tidak bisa diam. Dia sering kali bercerita padaku jika dia ingin menjadi pelukis. Aku sendiri tidak kaget mendengarnya. Lukisan-lukisan Aika memang sangat bagus. Saat ini dia tersenyum padaku. Wajahnya mirip seseorang, tapi siapa?

"Ada apa, Haruka-chan?" Aika menatapku heran.

"Ah, bukan apa-apa. Wajahmu mirip dengan seseorang."
"Siapa? Apa aku mengenalnya?"
"Aku tidak tahu. Lupakan. Aoi-san ingin memulai sambutannya."

Aoi Takayama, ketua kelas kami memulai acara dengan sambutan terima kasih karena kehadiran kami. Kebanyakan ketua kelas berwibawa, tapi dia tidak. Dia cerewet sekali. Sambutannya kali ini pun diselingi dengan ocehan tidak bermutu.

***

"Kau tidak pulang?" tanyaku pada Aika. Ini sudah malam dan Aika hanya duduk diam di bawah pohon Sakura. Aku dan Mao sudah lelah dan ingin pulang. Yozakura sudah selesai, teman-teman juga sudah pulang. Aku juga ingin segera pulang tapi tidak tega meninggalkan Aika sendiri.
"Aku menunggu seseorang. Haruka-chan dan Mao-chan pulang saja. Sebentar lagi dia akan menjemputku."
"Wah wah, jadi Aika sudah punya teman laki-laki?" kali ini Mao yang bicara. Wajahnya penuh ingin tahu.
"Bukan.. eh itu dia datang. Aku pulang dulu. Kalian juga pulanglah."

Sebuah motor berhenti di samping kami. Kali ini aku yang menggodanya. "Ah tunggu. Aku ingin melihat sang pangeran yang datang terlambat untuk menjemput putrinya."

'Sang pangeran' membuka helm yang dipakainya. Eh? Dia?

"Kau?" ucapku dan laki-laki itu bersamaan.


to be continued
___________________________________________

chapter kedua udah terbit! aku ngga nyangka bakal buat bagian dua ini sehari setelah buat kemarin. sebenarnya aku ngga tahu alur ceritanya bahkan ending cerita ini. aku cuma ngetik apa yang ada di pikiranku dan jadilah cerbung gaje ini *abaikan*. bagi yang udah mau repot-repot baca makasih banget ya :* mohon kritik dan sarannya juga. arigatou all! ~


Semarang, 16 Juni 2013

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Musim Semi Haruka (chapter 2)"

Post a Comment