RESUME JURNAL : HANDBOOK OF FOOD - DRUG INTERACTIONS (Chapter 12 : Nonprescription Drug and Nutrient Interactions)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Interaksi Obat dan Makanan

Dosen:
Kartika Nugraheni, S.Gz., M.Gizi


Disusun oleh:
Aysha Ayunda Akbar             (G2B014007)


PROGRAM STUDI S1 ILMU GIZI
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 
2016
_________________________________________________________

Perawatan diri menjadi semakin populer di kalangan masyarakat. Semakin banyak masyarakat menggunakan produk obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter / over the counter(OTC) untuk mengobati keluhan umum dan penyakit ringan. Penjualan eceran produk OTC meningkat dari $1,9 miliar pada 1964 menjadi lebih dari $16,6 pada tahun 1997.
Manfaat memiliki ketersediaan OTC termasuk penurunan biaya dan otonomi pasien bertambah. Namun, potensi risiko dari diagnosa yang dilakukan sendiri adalah tidak tepat, tidak perlu, atau keterlambatan pengobatan yang dapatmengakibatkan peningkatan biaya dan angka kesakitan.
Tenaga kesehatan profesional harus menyadari interaksi obat-makanandalam mendidik pasien yang mengobati diri mereka sendiri dengan produk OTC. Interaksi dalam beberapa kasus mungkin menguntungkan ketika mengurangi efek samping atau meningkatkan keberhasilan pengobatan. Di sisi lain, interaksi obat-makanandapat mengakibatkan kegagalan dalam pengobatan.

  • EFEK MAKANAN/GIZI PADA PENYERAPAN OBAT
Interaksi aspirin dengan makanan adalah contoh dari aktivitas gizi yang tertunda tanpa mengubah bioavailabilitas. Sangat mungkin bahwa aspirin yang diserap ke dalam makanan dan makanan itu sendiri menunda pengosongan lambung. Asupan makanan memperlambat penyerapan aspirin dan juga efek pengobatan. Di sisi lain, tertundanyapenyerapan mungkin bermanfaat.
Meskipun sering diasumsikan bahwa makanan mengurangi penyerapan obat, obat lipofilik dalam banyak kasus lebih mudah digunakan ketika dikonsumsi dengan makanan tinggi lemak. Obat tidak larut air (seperti resep obat spironolakton dan griseofulvin) terserap dengan baikketika dikonsumsilangsung setelah makan. Karena sifat lipofiliknya, suplemen vitamin A, E, D, dan K telah meningkatkan penyerapan ketika dikonsumsidengan makanan tinggi lemak.
Khelasi merupakan faktor tambahan yang mempengaruhi penyerapan obat. Khelasimelibatkan pembentukan kompleks antara komponen-komponen makanan tertentu, terutama kation divalen atau trivalen (misal Ca, Mg, Al, Fe, dan Zn) dan obat-obatan tertentu. Kompleks merupakan zat kurang larut; Oleh karena itu penyerapan zat gizidan obat menurun. Antasida yang mengandung aluminium, magnesium, dan kalsium atau makanan yang kaya akan tembaga, kalsium, magnesium, seng, dan besi yang paling berpengaruh pada khelasi. Untuk mencegah khelasi, antasida harus dikonsumsi2-3 jam tanpa makanan yang mengandung zat gizi tersebut. Tanin, komponen teh yang kuat, kopi, dan beberapa anggur, bentuk kompleks dengan besi dan logam berat lainnya yang tidak terserap. Akan lebih baik menghindari konsumsi suplemen zat besi pada saat mengkonsumsi minuman-minuman tersebut.
Makanan yang tinggi karbohidrat memperlambat penyerapan banyak obat. Serat dan kalsium dapat mengikat dengan obat untuk mencegah penyerapan. Penyerapan asetaminofen diperlambat oleh adanya pektin, sebuah serat. Jus asam dan soda dapat menyebabkan larutnya beberapa obat dengan cepat. Obat dengan aktivitas utama dalam usus dapat dipecah terlalu dini jika diberikan dengan minuman asam. Dengan demikian, khasiat obat sangat berkurang. Sebaliknya, jus dengan kandungan vitamin C yang tinggi meningkatkan penyerapan suplemen zat besi.

  • EFEK MAKANAN/GIZI PADA METABOLISME OBAT
Lebih dari 30 isoenzim dari sistem telah diidentifikasi mempunyai seri sitokrom P450 (CYP450). Enzim utama yang bertanggung jawab untuk metabolisme obat adalah CYP3A4, CYP2D6, CYP1A2, dan CYP2C.
Induksi dari hasil sistem enzim dalam metabolisme yang meningkat dari obat induk untuk metabolit dan dengan demikian akan menurukan availabilitas obat induk. Akibatnya, induksi enzim yang diproduksi lebih rendah dalam darah dari obat induk. Darah rendah dapat mengakibatkan penurunan kemanjuran obat. Diet tinggi protein, rendah karbohidrat menyebabkan campuran fungsi sistem oksidase dan meningkatkan metabolisme obat yang merupakan substrat dari sistem ini. Indoles ditemukan dalam sayuran, seperti kol dan kubis Brussel, dan zat kimia di daging panggang yang secara signifikan menyebabkan oksidasi zat kimia pada obat juga. Merokok dan daging yang diawetkan kemungkinan juga mengandung zat kimia yang teroksidasi oleh isoenzim CYP450.
Di sisi lain, bioflavanoids dan zat lain yang ditemukan secara alami dalam buah-buahan dan sayuran dapat menghambat metabolisme hepatik obat. Beberapa komponen jus limau gedang dan seluruh bagian limau diasumsikan dapat menghambat isoenzim  CYP4501A2 dan 3A4. Asetaminofen dan naproxen adalah senyawa isoenzim tersebut. Karena itu, secara teoritis jus limau dapat meningkatkan kadar obat. Sebaliknya, makanan yang dipanggang adalah penyebab dari 1A2 dan 3A4 dan dapat menurunkan efektivitas asetaminofen dan naproxen.

  • EFEK MAKANAN/GIZI PADA EKSKRESI OBAT
Makanan dan gizi dapat mengubah ekskresi ginjal dari beberapa obat. Pada pH urin yang tinggi, obat yang bersifat asam lemah sebagian besar ada yang terionisasi molekul lemak-larut yang tidak dapat berdifusi kembali melintasi tubulus ginjal ke dalam darah dan hilang dalam urin. Terbalik dengan yang bersifat basa lemah. Urin basa menyebabkan asam salisilat diserap kembali dari urin. Obat diekskresikan dari urin asam tetapi diserap kembali dari urin basa termasuk anti histamin, asam askorbat, dan nikotin. Kebanyakan obat diubah oleh hati untuk menginaktifkan proses metabolisme, dan beberapa yang diekskresikan tidak berubah dalam urin.

  • EFEK OBAT PADA PENYERAPAN MAKANAN/GIZI
Perubahan pada pH lambung disebabkan obat-obatan seperti antasida dan antagonis H2 dapat mempengaruhi penyerapan obat dan zat gizi lain. Penggunaan jangka panjang dari obat antiulcer, seperti omeprazol, lansoprazol, pantoprazol, famotidin, ranitidin, nizatidin, atau simetidin dapat menurunkan penyerapan vitamin B12, B1, dan Fe. Obat-obatan yang mengubah pH di daerah usus juga dapat mempengaruhi penyerapan zat gizi. Kalium klorida yang ditemukan pada garam menurunkan pH di ileum, mengganggu penyerapan vitamin B12. Antasida dapat memproduksi peningkatan pH lambung ke tingkat basa (> 7,2). Penyerapan kalsium, zat besi, magnesium, seng, dan folacin menurun di lingkungan basa. Antasida aluminium juga dapat memicu asam empedu, yang menyebabkan penurunan penyerapan vitamin A. Bisacodil, pencahar perangsang, tidak diberikan bersama susu. Susu dapat menyebabkan obat larut dalam perut, bukan di usus kecil, sehingga kram perut parah dan iritasi saluran pencernaan. Antasida aluminium dapat mengendurkan otot polos lambung dan menyebabkan penundaan pengosongan lambung. Obat antikolinergik seperti antihistamin memperlambat gerak peristaltik sehingga memperlambat pengosongan lambung sehingga dapat menghasilkan lebih banyak interaksi gizi-obat dan reaksi pengobatan yang lambat. Penggunaan jangka panjang obat pencahar perangsang dapat menurunkan penyerapan elektrolit seperti kalsium dan kalium. Obat juga dapat secara langsung mempengaruhi penyerapan gizi dengan merusak dinding mukosa usus kecil sehingga mencegah obat terserap. Aspirin dan produk non-steroid lainnya menyebabkan iritasi lambung langsung dengan merusak penghalang mukosa lambung dan menghadang prostaglandin yang memproduksi sekresi mukosa lambung untuk melindungi perut.

  • EFEK OBAT PADA METABOLISME MAKANAN/GIZI
Simetidin yang berlawanan dengan H2menghambat aktivitas sitokrom P450, sehingga memperlambat metabolisme berbagai substrat dari sistem oksidase fungsi campuran. Ranitidin memiliki afinitas yang lebih rendah untuk CYP450 daripada simetidin. Oleh karena itu, interaksi obat yang signifikan secara klinis cenderung terjadi ketika ranitidin dipilih menggantikan simetidin. Meskipun saat ini tidak didokumentasikan dengan produk OTC, obat dapat meningkatkan metabolisme zat gizi tertentu, menghasilkan kebutuhan diet yang lebih tinggi. Anti kejang, fenobarbital, dan fenitoin meningkatkan metabolisme asam folat dan vitamin D dan K. Obat anti tuberkulosis; isoniazid, menghambat konversi B6 menjadi bentuk aktifnya. Kekurangan vitamin B6 dapat mengakibatkan neuropati perifer jika tidak dikonsumsi dengan tepat.

  • EFEK OBAT PADA EKSKRESI MAKANAN/GIZI
Ekskresi obat melalui ginjal dapat dipengaruhi oleh obat yang menurunkan aliran darah renal, menginhibisi mekansime transport renal spesifik (misalnyaefek aspirin pada sekresi asam urat pada segmen S2 tubulus proksimalis), mempengaruhi pH urin yang dapat mempengaruhi ionisasi obat asam lemah atau basa lemah, menyebabkan perubahan reabsorpsi pada tubulus renalis, mempengaruhi ikatan protein sehingga meningkatkan filtrasi.
Obat pencahar adalah kelas obat utama yang menyebabkan peningkatan ekskresi gizi. Malabsorpsi gizi dengan peningkatan motilitas lambung dari obat pencahar kadang-kadang dapat menyebabkan ketidakseimbangan metabolisme yang signifikan. Mekanisme lain dari peningkatan ekskresi gizi adalah melalui peningkatan elektrolit yang hilang dari urin. Diuretik loop meningkatkan ekskresi Na, K, Cl, Mg, dan Ca. Orang menggunakan diuretik sering diinstruksikan untuk mengkonsumsiobat dengan pisang atau jus jeruk. Buah dapat membantu dalam menggantikan elektrolit yang hilang dengan peningkatan ekskresi urin sekunder untuk diuresis yang tepat.

  • DAFTAR PUSTAKA
Miller Beth, Carthan Nancy. "Handbook of  Food - Drug Interactions". Nonprescription Drug and Nutrient Interactions. Editor Beverly J. McCabe, dkk. Florida: CRC Press LLC, 2003. 261-268.
Suprapti Herni. Interaksi Obat. Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "RESUME JURNAL : HANDBOOK OF FOOD - DRUG INTERACTIONS (Chapter 12 : Nonprescription Drug and Nutrient Interactions)"

Post a Comment